Mengatasi Tikus Yang Masih Jadi Momok Bagi Petani
Penulis: Ezra Agus Kristianto
Serangan hama tikus dapat merusakkan tanaman padi hingga 100%. Umumnya tikus memakan tanaman yang sedang masak susu atau baru keluar bulir padinya dalam istilah Jawa “mratak”. Tikus (Rattus argentiventer) memang merupakan momok yang menghantui petani padi, hewan ini merupakan salah satu hama padi yang utama di Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup signifkan [1].
Apabila sudah tidak ada pasokan
makanan, tikus akan memakan tanaman padi yang masih muda padi berumur sekitar 2
bulan setelah tanam. Padi yang sedang mengalami masak susu maka akan menjadi favorit tikus. Memerlukan upaya dalam mengendalikan hama tersebut.
Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan berbagai cara
namun hingga saat ini belum ada yang dapat dikatakan efektif karena tikusnya
masih merajalela. Memberikan racun yang dicampur dengan jerami padi menjadi hal
yang umum dilakukan oleh petani dalam mengurangi perkembangbiakan tikus.
Disamping itu terdapat cara-cara lain yang dapat dilakukan untuk membasmi tikus
misalnya dengan cara “gropyokan” atau mencari tikus secara bersama-sama dengan
menggunakan belerang.
Setahun lebih petani di dusun Plakaran, Karanganyar,
kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang mengalami gagal panen. Dapat dibayangkan
bagaimana nasib petani setahun tidak memperoleh hasil apapun dari bertani.
Petani kehilangan modal dan mereka terus dikejar dengan kebutuhan yang lain.
Membutuhkan waktu untuk membangkitkan kembali semangat
bertani atau “move on” dari si tikus tadi. Bertani menjadi seperti sebuah
perjudian karena menanam tetapi kadang panen terkadang tidak, ketika sudah
menanam mereka kemudian pasrah istilahnya “adu bejan” atau mengharap
keberuntungan.
Barangkali ini menjadi salah satu dari sekian banyak alasan mengapa bertani mulai ditinggalkan generasi muda. Bisnis pertanian tidak semata-mata dapat dihitung dengan kalkulasi atau hitungan manusia misalnya menanam benih sekilo akan panen sepuluh kilo akan tetapi perlu dipahami bahwa ada juga fakor lain yaitu “bergantung Karo seng ngecet lombok” berserah kepada yang Maha Kuasa [2]. Faktanya hama masih terus ada meskipun sudah puluhan bahkan ratusan merk pestisida beredar di pasaran.
Berserah yang dimaksud bukan sekedar menanam lalu pasrah begitu saja. Dalam bertani salah satu hal yang tidak dapat dibuat oleh manusia yaitu mengatur pertumbuhan tanaman itu sendiri. Semua ada dalam kendali yang Maha Kuasa, petani hanya pengelola saja. Lebih baik jika dalam bertani para petanijuga membangun kedekatan dengan sang pencipta.
Referensi
[1]http://distan.jogjaprov.go.id/pengendalian-hama-tikus/
[2]https://www.kompasiana.com/danimasbro/5e69c9e4097f3652527d7884/sing-ngecet-lombok?page=all#section2